Perempuan Itu, Bupati Desa
“Eh, Bupati Limbangansari sudah datang.” Begitu sapaan amang kios dan para pedagang di samping kantor kecamatan biasa memanggilnya. Bukan tanpa sebab mereka memanggil seperti itu, tahun 2020 yang lalu, perempuan itu dengan percaya dirinya ikut dalam sebuah kontestasi Pemilihan Kepala Desa di tempatnya tinggal, yaitu Desa bernama Limbangansari. Limbangansari merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat.
Sebenarnya menjadi calon Kepala Desa tidak pernah terlintas sama sekali dalam benak perempuan kelahiran 1982 itu, Keterlibatannya dengan Program Desa yaitu ketika PNPM MP (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan) mengadakan pemilihan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) istilah untuk lembaga masyarakat dengan kedudukan sebagai pimpinan kolektif dari himpunan masyarakat di tingkat Desa/ Kelurahan. Pemilihan tersebut berlangsung di Aula Desa Limbangansari dan Perempuan yang saat itu belum berkerudung, diundang sebagai perwakilan dari tokoh pemuda.
Perempuan berkulit putih itu terpilih menjadi salah satu anggota BKM. Kejadian itu membuatnya semakin terlibat diberbagai kegiatan Desa. Karang Taruna, Desa Siaga dan kegiatan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan masyarakat di Desa Limbangansari.
Pernikahan dan kehilangan sosok Bapak yang sellau mendukung setiap aksinya tidak menghalangi perempuan itu untuk terus berorganisasi. Keterlibatannya dengan warga semakin hari semakin membuatnya tersadar bahwa masih banyak masyarakat yang membutuhkan informasi bahkan bahkan bantuan pemerintah.
Tanpa melepaskan kegiatannya diluar desa, Perempuan itu masih terus membuka jaringan untuk bisa membantu warga yang membutuhkan. Keberadaannya di Desa membuatnya semakin tahu banyak tentang kondisi Desanya. Tanah Desa yang digadaikan ke warga sekitar dan uangnya entah kemana. Pembangunan fasilitas yang lambat, kurangnya Program-Program Pelatihan untuk masyarkat dalam rangka peningkatan kapasitas.
Tawaran masuk menjadi anggota Unit Pengelola Zakat (UPZ) kecamatan Cianjur, dibawah naungan BAZNAS, diterimanya sebagai akses untuk membantu warga dan mempermudah masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai Program-program BAZNAS.
Perempuan yang akhirnya memutuskan untuk mengenakan jilbab ini, juga menjadi salah satu anggota dari KPAD (Komisi Perlindungan Anak Daerah) Kabupaten Cianjur. Bersama Timnya dia mampu menyelesaikan banyak kasus mengenai anak, baik itu pelecehan seksual, penyimpangan perilaku seks, hak asuh anak dan kasus lainnya.
Melihat kondisi masyarakat yang minim informasi dan membutuhkan uluran tangan Pemerintah, dari sanalah dia berpikir, kenapa tidak menjadi bagian dari Sistem, masuk kedalam sebuah Birokrasi Pemerintahan untuk bisa mengakses lebih banyak bantuan kepada masyarakat. Berdasarkan niat itulah akhirnya, Perempuan itu ikut dalam pencalonan Kepala Desa Limbangansari.
Pendaftar berjumlah 8 orang, Peraturan Pemerintah jika calon Kepala Desa berjumlah lebih dari 5 orang, maka harus mengikuti test tulis yang diadakan oleh Universitas yang ada di Wilayah setempat. Perempuan itu tak gentar dia lolos menjadi 5 besar dengan nilai tertinggi.
Program Isbat Nikah menjadi salah satu program andalannya, mengedukasi para perempuan untuk tidak melakukan pernikahan siri, selain itu melakukan pengobatan gratis baik secara medis dengan menghadirkan dokter ke rumah warga yang memang tidak bisa datang ketempat berobat yang disebabkan karena ketidakmampuan secara fisik maupun secara ekonomi, tidak hanya itu pengobatan secara akupuntur pun dilakukan.
Menjadi Calon Kepala Desa menjadi pencapaian tertinggi dalam kehidupannya selama berorganisasi, karena tidak hanya mental saja yang harus kuat tapi secara materipun harus kuat.
Isu perempuan tidak boleh menjadi pemimpin, semakin santer merebak. Tokoh-tokoh agama pun berdebat, segala isu menjadi sensitif, ketika sudah turun kewarga, tidak hanya harus menjadi pendengar yang baik, tapi juga harus bisa memberikan solusi atas permasalahan warga yang terjadi.
Takdir masih belum ramah, Perempuan itu kalah dalam pemilihan. Tangis tidak bisa dibendung, emosi masih meluap malam itu. Ketika kemarin menjadi pencapaian tertinggi, hari ini, detik ini menjadi kegagalan terendah, saat perempuan itu membutuhkan sosok pendamping yang harusnya ada, suaminya malah disibukan dengan pekerjaan. Dalih sang suami harus bekerja keras membayar utang piutang bekas istrinya kampanye dulu. Dia mulai tidak pulang berhari hari dengan alasan untuk sebuah projek.
Pada satu pagi, dengan praduga yang diyakini, Perempuan itu mendatangi kantor suaminya dan mobilnya tidak ada di garasi. Lantas pergi kerumah orang dicurigainya dan dia melihat suaminya keluar dari sebuah rumah, membukakan pintu garasi hendak pergi ke kantor, dengan tangan bergetar masih sempat dia memvideokan kejadiannya. Perempuan itu dengan napas terengah, menahan segala emosi yang ada menemui suaminya, bertanya sedang apa dia dsana.
Mereka ternyata sudah menikah siri setahun lebih. Perempuan itu terdiam, dia mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya. Bercerai.
Perempuan itu mengalami self harm yang merupakan suatu tindakan untuk menyakiti atau melukai diri sendiri dengan berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit psikis ke rasa sakit fisik. Dia mulai membenturkan kepalanya kedinding, hingga memar kalau itu tidak terjadi dia menyayat tangannya hingga berdarah dan dia senang melihat darah, perempuan itu begitu menikmati rasa sakitnya.
Perceraian itu menimbulkan banyak masalah, mantan suami yang berhutang ratusan juta, rumah, mobil, tanah dia jual tanpa sepengetahuannya. Dia terlibat dalam pembayaran hutang piutang sang mantan.
Hanya Perusahaan yang berhasil Perempuan itu selamatkan dan dia sendiri sebagai Direkturnya sementara mantan suami nya sebagai Wakil Direktur.
Tahun 2021 awal kebangkitannya, Perusahaan, akhirnya bisa menjadi Supplier dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang merupakan bantuan sosial pangan dalam bentuk non tunai dari pemerintah yang diberikan kepada KPM (Keluarga Penerima Manfaat) setiap bulannya melalui agen e-warung yang bekerjasama dengan bank. Pekerjaan itu tidak berjalan mulus, dia harus bernegosiasi dengan Ormas, berkoordinasi dengan Pemerintah bahkan mengklarifikasi ke media tentang fitnah yang di lontarkan ke Perusahaannya.
Dia selesaikan semua permasalahan itu sendiri, meski ketika dia pulang kerumah, air matanya tak terbendung lagi.
2023 Perempuan itu sudah bisa berjalan meski tertatih sudah bisa mulai berdiri, kegiatannya sebagai Penyelenggara Pemilu tidak bisa dilepaskan. Dia merasa senang ikut berpartisipasi sebagai bagian dari Pesta Demokrasi, dibawah garis perintah Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dengan pekerjaan itu pula dia bertahan mencukupi kebutuhan keluarga.
Energinya untuk berorganisasi tidak pernah padam, dia menjadi bagian dari Program GWI (Griya Wakaf Indonesia), Program yang membayarkan tagihan listrik mesjid atau musola di Cianjur.
Tanggal 21 November 2022 pukul 13.21, Cianjur mengalami gempa bumi berkekuatan 5.6 Magnitudo, ada 169 desa yang terdampak dari peristiwa tersebut, sekitar 56.548 rumah dinyatakan rusak dengan 13.633 diantaranya dinyatakan rusak berat. Rumah Perempuan itu pun luluh lantak oleh amukan alam semesta.
Ya, Perempuan itu tidak pernah mau berdiam diri, dibuka posko penerimaan dan pendistribusian bantuan terhadap korban gempa dibeberapa wilayah. Selain itu dia pun menjadi Relawan PMI (Palang Merah Indonesia) Organisasi pertama yang dia ikuti sejak SMP, dia ditempatkan dibagian Wash yaitu yang mengurusi masalah Sanitasi, Promosi Kebersihan, Pipanisasi dan Pendistribusian Air kepada Penyitas gempa bumi Cianjur.
Perempuan yang sebentar lagi genap usinya 41 tahun ini, menjadi pendiri dari 2 (dua) Yayasan yang ia kelola. Yayasan yang bergerak dibidang Sosial, Pendidikan dan Budaya Maenpo. Yayasan saat ini sedang membangun Pesantren untuk anak jalanan.
Kegagalan rumah tangga dan rasa traumanya tidak lantas membuat dia semakin terpuruk, tulang rusuk yang menjadi tulang punggung itu kini telah mencapai titik dimana dia tahu tentang kapasitas dirinya, bisa mengendalikan emosi, dengan keaktifan nya berorganisasi dia bisa membantu warga yang membutuhkan. Termasuk mengangkat seorang anak perempuan berusia 9 tahun, anak dari keluarga tidak mampu yang kedua orang tuanya adalah mualaf.
Guncangan hidup tidak lantas membuatnya patah semangat, justru tempaan itu membuatnya semakin kuat dan percaya diri dalam melangkah.
Dia mulai mengobati self harm-nya. Dia membantu warga dengan caranya sendiri. Dia menyadari bahwa dengan membantu orang-orang disekitarnya, itu membuat dirinya merasa dihargai dan berharga.
Disebuah kios kopi pinggir kantor kecamatan, dia duduk bersenda gurau dengan pedagang sekitar. “Ibu, Bupati Desa Limbangansari ini kopi hitam tanpa diaduknya.” Amang kios menyodorkan segelas kopi.
Biarkan kopi saja yang pahit, tidak dengan kehidupanku, aku sedang menikmatinya. Ucap perempuan itu dalam hatinya sambil tersenyum.
Leave A Comment