Sehelai Kain Penutup yang Disalahgunakan

Cadar merupakan salah satu bagian kain penutup sebagian wajah yang cukup popular digunakan oleh para muslimah di kawasan Timur Tengah. Dalam penelitian ulama dan filsuf besar Iran, Murtadha Muthahari, pakaian penutup (seluruh badan wanita termasuk cadar) telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa kuno, jauh sebelum datangnya Islam, dan lebih melekat dengan orang-orang Persia, khususnya Sassan Iran, dibandingkan dengan tempat tempat-tempat lain, bahkan lebih keras tuntutannya daripada yang diajarkan Islam (Muthahari, 1990, p.34).
Dalam bahasa Arab, cadar umunya disebut juga dengan khimar, niqab, maupun burqa’, meskipun jika ditinjau lebih lanjut terdapat perbedaan dalam bentuk penggunaannya. Muslimah bercadar artinya mereka yang mengenakan “hijab” dengan syar’i dilengkapi dengan kain penutup wajah, sehingga hanya menampakkan kedua matanya saja.
Hal ini sejalan, sebagaimana perintah Allah dalam QS. Al-Ahzab : 59
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Artinya:
“Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Penggunaan cadar ataupun niqab di kalangan muslimah pada hakikatnya yaitu untuk menutupi dan menjaga diri wanita tersebut dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Karena tidak dapat dipungkiri, salah satu daya tarik utama bagi laki-laki selain dari bentuk tubuh wanita yaitu wajah wanita. Ulama berkata,
الرجل الذي يريد أن يتعرف على جمال المرأة إنما ينظر إلى وجهها

Artinya :
“Laki-laki jika ingin mengetahui kecantikan seorang wanita maka ia pasti akan memandang ke wajahnya.”
Namun, dibalik indahnya hakikat penggunaan cadar bagi seorang muslimah. Dewasa ini, makin ramainya penggunaan cadar ataupun niqab di tanah air, justru membuat banyak masyarakat salah mengartikan bahkan berpikiran buruk terkait cadar itu sendiri. Banyak pihak yang tidak bertanggungjawab, menuduh orang-orang yang mengenakan hijab bahkan cadar itu sendiri sebagai penganut Islam garis keras, lebih-lebih dicap sebagai teroris. Terlihat dari cukup banyaknya kasus pelarangan penggunaan cadar di kampus oleh mahasiswa, salah satunya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain itu adapun kasus pelarangan penggunaan cadar di beberapa negara seperti Denmark, Sri Lanka, Prancis, Belanda, Australia, dan Rusia.
Tidak cukup sampai disitu saja, selanjutnya pemikiran buruk masyarakat justru makin menguat ketika saat ini banyak muslimah yang berbondong-bondong mengenakan hijab, hingga menggunakan cadar ataupun niqab, hanya sebagai “hiasan”. Sehelai kain yang semula berfungsi sebagai proteksi tambahan bagi kaum hawa dalam menghadapi dunia luar, terutama dari pandangan kaum adam. Justru kain tersebut saat ini makin bernilai rendah, bahkan beralih fungsi sebagai penghias diri.
Dunia digital saat ini menggenggam peranan penting sebagai salah satu media komunikasi dan penyebaran informasi. Dunia seolah ada dalam satu genggaman. Hanya dalam 1 kali tombol klik berbagi, maka seluruh dunia dapat mengetahui informasi yang kita berikan. Dengan berbagai kemudahan yang ada saat ini, justru bukan kemajuan kualitas hidup yang diperoleh, melainkan sebaliknya. Kemunduran akhlaq dan nilai-nilai agama terlihat jelas di dunia maya. Salah satunya dapat terlihat dari banyaknya postingan bernilai negatif bahkan dapat bersifat meruntuhkan tembok agama.Perhatian publik akhir-akhir sedang tertuju pada oknum-oknum dunia maya, yang secara sengaja memainkan cadar hanya untuk meningkatkan popularitas diri. Peristiwa akhwat hobi selfie dan memamerkan diri, lepas pasang cadar, penggunaan make up berlebih, serta berjoget di depan khalayak umum, sudah menjadi santapan harian. Tentu hal ini merupakan salah satu sumber fitnah dan menghilangkan akal sehat laki-laki yang sudah terburu oleh nafsu. Bagi netizen yang cerdas pasti akan berusaha memberi nasihat yang positif serta pengingat bagi sang pelaku. Namun akan berbeda cerita dengan netizen yang cerdik, menggunakan kesempatan tersebut untuk makin menjatuhkan harkat dan martabat wanita dan Islam itu sendiri.

Sungguh sangat miris sekali, saat ini rasa malu seperti sesuatu yang langka untuk ditemui. Padahal malu merupakan mahkota utama yang wajib dimiliki oleh setiap muslimah. Malu merupakan salah satu cabang iman. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإنْ رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَر
“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lain pun akan terangkat.”(HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 1/73. Al Hakim mengatakan sesuai syarat Bukhari Muslim, begitu pula Adz Dzahabi)
Seorang perempuan yang mengaku beragama Islam, sudah pasti memiliki gelar muslimah. Maka untuk menjadi sosok muslimah yang berharga layaknya mutiara di dasar laut, harus melalui proses dan perjuangan yang pastinya tidak mudah. Ujian dan cobaan sudah pasti akan mengiringi dalam setiap langkah. Namun perintah tetaplah perintah. Allah memerintahkan untuk perempuan menutup dirinya, menumbuhkan rasa malunya sudah pasti atas dasar alasan dan tujuan yang jelas, yaitu untuk menjaga marwah dari perempuan itu sendiri.
Ketika mengingat kembali ribuan tahun lalu, orang Arab jahiliyah memandang perempuan hanya sebagai benalu dalam keluarga mereka, tidak bisa diandalkan, tidak bisa mempertahankan tanah dan rumahnya saat mendapat serangan dari kabilah suku lainnya, dan juga tidak bisa berperang. Orang-orang tersebut akan sangat marah, kecewa, serta merasa malu ketika ada kelahiran seorang bayi perempuan dalam keluarganya. Mereka akan langsung membunuh anak bayi itu dengan menguburnya hidup-hidup.

Tidak berhenti disitu saja, harkat martabat perempuan pun dinilai rendah bahkan tidak dihargai sama sekali. Perempuan diperjualbelikan dan diklankan layaknya barang atau bahkan hewan. Perempuan digunakan sebagai alat pemuas hawa nafsu, setelah dipakai maka dibuang dan tidak berharga lagi. Lebih keras dari itu, ketika hewan masih bisa berpikir untuk melakukan hubungan badan dengan lawan jenisnya, tetapi berbeda dengan orang Arab jahiliyah di masa itu. Homoseks pernah menjadi peristiwa terburuk yang pernah terjadi di masa tersebut, bahkan menjadi sesuatu yang dilegalkan.
Hingga pada akhirnya, 15 abad yang lalu Rasulullah SAW mengangkat derajat perempuan melalui ajaran agama Islam yang beliau bawa. Dakwahnya yang tidak mudah berlangsung selama ribuan tahun, bahkan cacian, hingga nyawa pun sudah pernah menjadi taruhannya. Tapi dari banyaknya rintangan yang beliau lalui, beliau tidak pernah mengeluh sedikitpun untuk mundur dan berpaling dari medan perjuangan. Dengan ketinggian Islam sebagai sebuah agama, menghadirkan penghormatannya bagi kaum hawa. Dalam Al-Qur’an banyak bertebaran ayat-ayat yang menunjukkan betapa tinggi dan terhormatnya derajat perempuan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (Al-Ḥujurāt [49]:13)
Perempuan dan laik-laki diciptakan sama, dengan hak kemanusiaan dan asal yang sama. Namun yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya kepada Allah.
Maka dari sekian besar peristiwa dan perjuangan yang pernah dilalui, semoga ini dapat menjadi pelajaran bagi setiap muslimah, terutama bagi yang bercadar. Balutan sehelai kain penutup di wajah, merupakan suatu pertanda untuk menjaga dan menutup diri lebih sempurna lagi. Bagaimana penilaian orang luar terhadap agama Islam, tergantung dengan bagaimana kita membawa identitas diri kita sebagai seorang muslimah. Peliharalah dirimu wahai muslimah. Jadilah wanita yang tidak hanya indah di pandangan dunia, tetapi juga menjadi bidadari yang ditunggu kehadirannya kelak di Surga.

Annisa Nur Khasanah (LDK Parmais)
Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI